Selasa, 21 Januari 2020

Kriteria Laporan Audit Sistem Informasi


Laporan Audit Sistem Informasi di atas sudah memenuhi kriteria yang disebutkan pada materi tersebut.

·      Berisi makna penting yang sungguh diperlukan dan hasilnya bermanfaat bagi pimpinan perusahaan, auditee, serta auditor.
·         Disusun dan didistribusikan tepat waktu.
·         Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung.
·    Menyajikan temuan dan rekomendasi atau usul solusi dengan nada yang konstruktif (bersifat pencerahan, tidak mendorong "permusuhan").
·         Temuan yang ditulis mempunyai sifat meyakinkan (temuan signifikan).


sumber : https://hanungnp.staff.telkomuniversity.ac.id/files/2017/11/TEMPLATE-LAPORAN-AUDIT-SI-TI.docx

Aspek Management Control Framework


Aspek Management Control Framework
·         Planning and Organization
·         Acquisition and Implementation
·         Delivery and Support
·         Monitoring

Application control framework
Boundary controls

A. Cryptographic Control

·         Transposition ciphers: menggunakan permutasi urutan karakter dari sederet string
·         Subtitution ciphers: mengganti karakter dengan karakter lain sesuai aturan tertentu
·         Product ciphers: kombinasi transposition dan subtitution ciphers

B. Access Control

·         Acccess controls yang digunakan dan kemungkinan masalahnya
·         Ukuran proteksi yang ditekankan pada mekanisme access controls
·         Apakah organisasi menggunakan access controls yang disediakan dalam paket perangkat lunak

C. Personal Identification Numbers (PIN)

·         Generasi PIN
·         Penerbitan dan penyampaian PIN kepada pengguna
·         Validasi PIN
·         Transmisi PIN di seluruh jalur komunikasi
·         Pemrosesan PIN
·         Penyimpanan PIN
·         Perubahan PIN
·         Penggantian PIN
·         Penghentian PIN

D. Digital signature
Pengujian sistem manajemen yang digunakan untuk mengelola tanda tangan digital, penggunaan dan penyebarannya

E. Plastic cards

·         Pengajuan kartu
·         Persiapan kartu
·         Penerbitan kartu
·         Penggunaan kartu
·         Pengembalian/ penghancuran kartu


Sumber :
https://faizulhamdi.wordpress.com/2013/10/28/application-control-framework/

Kontrol dan Manajemen Audit SI


A.    KENDALI INTERNAL

Melalui Statement of Auditing Standar (SAS), AICPA mendefinisikan Internal Control sama dengan definisi COSO, yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris, Manajemen dan Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas :
(a) keandalan pelaporan keuangan,
(b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan
(c) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Berbeda dengan definisi pertama yang hanya mengaitkan pengendalian hanya dengan perencanaan, metode dan pengukuran, pada definisi berikutnya terkait dengan “proses yang dipengaruhi oleh aktivitas seluruh komponen organisasi”. Definisi ini mengandung makna yang lebih luas dari definisi sebelumnya.

Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau internal control didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang). Untuk menjaga agar sistem internal control ini benar-benar dapat dilaksanakan, maka sangat diperlukan adanya internal auditor atau bagian pemeriksaan intern.

Fungsi pemeriksaan ini merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan melalui pembinaan dan pemantauan internal control secara berkesinambungan. Bagian ini harus membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi akuntansi dan keuangan lainnya.

RUANG LINGKUP KONTROL INTERNAL

Ruang lingkup menurut Guy (2002:410), ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang memadai serta efektifitas sistem pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggungjawab yang dibebankan. Ruang lingkup audit internal menurut The Institute of Internal auditors (IIA) yang dikutip oleh Boynton et al (2001:983) “The scope of audit internal should encompass of the adequacy and effectiveness the organizations system of performance in carrying out assigned responsibilities;
(1) reability and integrying of information;
(2) compliance with policies, plans, procedures, laws, regulations and contacts;
(3) safeguarding of assets;
(4) economical and efficient use of resources;
(5) accomplishment of established objectives and goals for operations programs”.

(Ruang lingkup audit internal harus mencakup kecukupan dan efektivitas sistem kinerja organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan; (1) keandalan dan menyokong informasi; (2) sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan dan kontak; (3) pengamanan aktiva; (4) penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien; (5) tercapainya target yang ditetapkan dan tujuan program operasi).

Menurut Hiro Tugiman (2001:17), lingkup pekerjaan pemeriksaan internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.


SISTEM KONTROL INTERNAL

Suatu sistem atau sosial yang dilakukan perusahaan yang terdiri dari struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran untuk menjaga dan mengarahkan jalan perusahaan agar bergerak sesuai dengan tujuan dan prgram perusahaan dan mendorong efisiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen.


B.     CONTROL OBJECTIVES

Sekumpulan dokumentasi best practice untuk IT Governance yang dapat membantu auditor, pengguna (user), dan manajemen, untuk menjembatani gap antara resiko bisnis, kebutuhan kontrol dan masalah-masalah teknis IT (Sasongko, 2009). COBIT mendukung tata kelola TI dengan menyediakan kerangka kerja untuk mengatur keselarasan TI dengan bisnis. Selain itu, kerangka kerja juga memastikan bahwa TI memungkinkan bisnis, memaksimalkan keuntungan, resiko TI dikelola secara tepat, dan sumber daya TI digunakan secara bertanggung jawab (Tanuwijaya dan Sarno, 2010).

COBIT merupakan standar yang dinilai paling lengkap dan menyeluruh sebagai framework IT audit karena dikembangkan secara berkelanjutan oleh lembaga swadaya profesional auditor yang tersebar di hampir seluruh negara. Dimana di setiap negara dibangun chapter yang dapat mengelola para profesional tersebut. CONTROL RISK Control Risk adalah metode pengendalian risiko yang tidak melibatkan uang/dana. Metode ini terdiri dari 3 tahapan, yaitu sebelum, pada saat, dan sesudah terjadi kontak dengan kerugian.

Di sini kejadian-kejadian yang mengakibatkan kerugian keuangan diupayakan untuk dikurangi kemungkinan terjadinya dan besarnya kerugian keuangan yang terjadi diminimalkan. Ada 5 cara (metode) dalam pengendalian risiko:
1. Risk Avoidance (Penghindaran Risiko) Dengan metode ini, risiko dihindari dengan cara meninggalkan atau tidak pernah melakukan kegiatan apa pun yang memiliki risiko. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi keuntungan dan kerugian yang dapat diakibatkan oleh suatu aktifitas. Contohnya: Tidak bepergian ke tempat rawan bencana seperti Jepang dan tidak melakukan olahraga berbahaya jika tidak ingin cidera.
2. Segregation (Pemisahan Risiko) and Diversification (Pembagian Risiko) Segregation dilakukan dengan memisahkan orang-orang atau benda-benda yang dapat menjadi penyebab kerugian. Diversifikasi dilakukan dengan memperbanyak aset atau aktifitas pada lokasi yang berbeda. Contohnya: Menempatkan uang pada beberapa sarana investasi yang berbeda daripada menempatkan ssemuanya dalam satu sarana investasi. Selain itu, dapat juga memilih untuk bepergian dengan kendaraan terpisah daripada semua keluarga inti berada dalam satu kendaraan. 3. Loss Prevention (Pencegahan Kerugian) Metode ini dilakukan untuk mencegah dampak kerugian. Contohnya, dengan meningkatkan langkah-langkah keamanan untuk mengurangi kemungkinan kebakaran dengan memasang alarm kebakaran. Selain itu, bisa juga dengan melakukan langkah-langkah pengurangan risiko sakit dengan hidup sehat dan mencegah dampak kecelakaan bermotor dengan mengenakan helm saat mengendarai motor.
4. Loss Reduction (Pengurangan Kerugian) Metode ini dilakukan dengan mengurangi dampak kerugian atau pun kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko. Contohnya, dengan menggunakan sabuk pengaman untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cidera dalam kecelakaan lalu lintas dan mengurangi dampak kebakaran dengan pemadam kebakaran otomatis.
5. Non-insurance Transfer (Pemindahan Non-asuransi) Dengan metode ini, risiko dialihkan tanpa menggunakan asuransi. Contohnya, dengan mendirikan sebuah peusahaan bisnis untuk mengalihkan risiko menanggung kerugian dan mengambil kontrak sewa yang lebih panjang untuk menghindari harga sewa yang meningkat.


C.     MANAGEMENT CONTROL FRAMEWORK

Mengumpulkan dan menggunakan informasi untuk mengevaluasi kinerja berbagai sumber daya organisasi secara keseluruhan. APPLICATION CONTROL FRAMEWORK Sistem pengendalian intern komputer yang berkaitan dengan pekerjaan dan kegiatan tertentu yang telah ditentukan. Berkaitan dengan ruang lingkup proses bisnis individu atau sistem aplikasi.


D.    CORPORATE IT GOVERNANCE

Kumpulan kebijakan, proses atau aktifitas dan prosedur untuk mendukung pengoperasian TI agar hasilnya sejalan dengan strategi bisnis.

Konsep dan Standar Audit SI


A. KONSEP DASAR KONTROL

Audit sistem informasi adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti – bukti untuk menentukan apakah sistem komputer dapat mengamankan aset, memelihara integritas data, dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan menggunakan sumberdaya secara efisien”. Audit sistem informasi dilakukan untuk dapat menilai:
a. apakah sistem komputerisasi suatu organisasi/perusahaan dapat mendukung pengamanan aset.
b. apakah sistem komputerisasi dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi/perusahaan.
c. apakah sistem komputerisasi tersebut efektif, efisien dan data integrity terjamin.

B. PRINSIP-PRINSIP DASAR PROSES AUDIT SI
· Audit dititikberatkan pada objek audit yang mempunyai peluang untuk diperbaiki · Prasyarat Penilaian terhadap kegiatan objek audit
· Pengungkapan dalam laporan adanya temuan-temuan yang bersifat positif · Identifikasi individu yang bertanggungjawab terhadap kekurangan-kekurangan yang terjadi.
· Penentuan tindakan terhadap petugas yang seharusnya bertanggung jawab · Pelanggaran hukum
· Penyelidikan dan pencegahan kecurangan

C. STANDAR DAN PANDUAN AUDIT SI
Standar Audit SI tidak lepas dari standar professional seorang auditor SI, yaitu ukuran mutu pelaksanaan kegiatan profesi yang menjadi pedoman bagi para anggota profesi dalam menjalankan tanggung jawab profesinya.

Tabel Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan Standar Audit Sistem Informasi


TABEL PERBANDINGAN STANDAR AUDIT SISTEM INFORMASI


Berikut merupakan beberapa perbandingan standar audit sistem yang di bentuk dalam sebuah table.

Audit SI
Kelebihan
Kekurangan
COBIT
      ·         Rahasia
      ·         Integritas
      ·         Dapat memberi proteksi terhadap informasi yg sensitif dari akses orang tidak bertanggung jawab
      ·         Cobit hanya berfokus pada kendali dan pengukuran
      ·         Cobit hanya memberikan panduan kendali dan tidak memberikan panduan implementasi operasional
ITIL (Information Technology Infrastructure Library)
      ·         Memberi deskripsi rinci sejumlah praktik penting TI dan menyediakan daftar komprehensif tugas dan prosedur
      ·         Bukan merupakan standard yang memberikan prescription tetapi lebih kepada merekomendasikan, oleh karena itu implementasi antara satu organisasi dengan organisasi lain dapat dipastikan terdapat perbedaan. Dengan demikian kita tidak bisa membandingkan / melakukan benchmark secara pasti.
     ·         buku-buku ITIL sulit terjangkau bagi pengguna non komersial, ITIL bersifat holistic yang mencakup semua kerangka kerja untuk tatakelola TI, pelaksanaan pedoman dalam buku ITIL memerlukan pelatihan khusus dan biaya pelatihan atau sertifikasi ITIL terlalu tinggi.
ISO/IEC 38500
      ·         Menjamin akuntabilitas diberikan untuk semua Resiko IT dan aktivitasnya
      ·         Memberikan panduan kepada advisor perusahaan.
      ·         Memberikan prinsip panduan bagi direksi organisasi (termasuk pemilik, anggota dewan, direktur, mitra, eksekutif senior, atau yang sejenisnya) mengenai penggunaan Teknologi Informasi (TI) yang efektif, efisien, dan dapat diterima di dalam organisasi mereka.
     ·         Tidak cocok digunakan sebagai IT management framework


Audit IT pada Domain EDM, APO, BAI, DSS, dan MEA


Audit IT pada domain EDM (Evaluate, Direct, and Monitor)
Proses tata kelola EDM berurusan dengan tujuan stakeholder dalam melakukan penilaian, optimasi risiko dan sumber daya, mencakup praktek dan kegiatan yang bertujuan untuk mengevaluasi pilihan strategis, memberikan arahan kepada IT dan pemantauan hasilnya.


Audit IT pada domain APO (Align, Plan, and Organise)

Proses manajemen APO memberikan arah untuk penyampaian solusi (BAI) dan penyediaan layanan dan dukungan (DSS). Domain ini mencakup strategi dan taktik, dan identifikasi cara terbaik agar IT dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan bisnis.


Audit IT pada domain BAI (Build, Acquire, and Implement)

Proses manajemen BAI memberikan solusi dan mengimplementasikannya sehingga berubah menjadi layanan. Untuk mewujudkan strategi IT, solusi IT perlu diidentifikas ikan, dikembangkan, serta diimplementasikan dan diintegrasikan ke dalam proses bisnis. Perubahan dan pemeliharaan sistem yang ada juga tercakup dalam domain ini, untuk memastikan bahwa solusi dapat memenuhi tujuan bisnis.


Audit IT pada domain DSS (Deliver, Service, and Support)

Proses manajemen DSS menyampaikan solusi yang dapat digunakan bagi pengguna akhir. Domain ini berkaitan dengan penyampaian dan dukungan layanan aktual yang dibutuhkan, yang meliputi pelayanan serta pengelolaan keamanan dan keberlangsungan dukungan layanan bagi pengguna, dan manajemen data dan fasilitas operasional.


Audit IT pada domain MEA (Monitor, Evaluate, Assess)

Proses manajemen MEA memonitor semua proses untuk memastikan bahwa pengarahan yang disediakan domain yang sebelumnya diikuti. Semua proses IT perlu dinilai secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengontrol kualitas dan kepatuhannya. Domain ini merujuk pada manajemen kinerja, pemantauan pengendalian internal, kepatuhan terhadap peraturan dan tata kelola.

Langkah-Langkah Pada Auditing IT Governance


Ada beberapa teknik audit untuk melakukan audit pada Teknologi Informasi. Auditor dapat menggunakan tiga kategori berikut dalam menguji pengendalian, yaitu :

1.       Teknik audit berbantuan computer (Computer Assisted Audit Techniques/CAAT) yang terdiri atas Auditing Around the Computer, dimana dengan teknik ini auditor menguji reliability dari computer generated information dengan terlebih dahulu menghitung hasil yang diinginkan dari transaksi yang dimasukkan dalam system, dan kemudian membandingkan hasil perhitungan dengan hasil proses atau output. Jika terbukti akurat dan valid, maka diasumsikan bahwa system pengendalian berfungsi seperti yang seharusnya. Kondisi ini cocok jika system aplikasi otomasi sederhana dan ringkas. Pendekatan ini masih relevan dipakai di perusahaan yang menggunakan software akuntansi yang bervariasi dan melakukan proses secara periodic.

2.       Auditing With the Computer adalah auditing dengan pendekatan computer, menggunakan teknik yang bervariasi yang biasa juga disebut Computer Assisted Audit Technique (CAAT). Penggunaan CAAT telah meningkatkan secara dramatis kapabilitas dan efektifitas auditor, dalam melakukan susbstantif test. Salah satu CAAT yang lazim dipakai adalah general audit software (GAS). GAS sering dipakai untuk melakukan substantive test dan digunakan test of control yang terbatas. Sebagai contoh GAS sering dipakai untuk mengetes fungsi algoritma yang komplek dalam program computer. Tetapi ini memerlukan pengalaman yang luas dalam penggunaan software ini.


3.       Audit Through the Computer yang merupakan teknik focus pada testing tahapan pemrosesan computerised, logic program, edit routines dan program controls. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa jika program pemrosesan dikembangkan dengan baik, dan memenuhi edit routines dan programme check yang memadai, maka error dan kecurangan tidak akan mudah terjadi tanpa terdeteksi.

Contoh dari Aspek Pada IT Governance dan Risk Managament


Persoalan mulai muncul ketika produk-produk investasi berkembang demikian cepat dan mencari celah-celah regulasi sehingga produk-produk tersebut tidak berada dalam yurisdiksi otoritas-otoritas yang selama ini bertugas mengawasi perusahaan yang menjual produk investasi.  Contoh yang paling anyar adalah kasus investasi emas bodong.

Tahun lalu Malaysia dan Singapura dikejutkan dengan skandal besar investasi emas bodong.  The Gold Guarantee Malaysia (TGG-M)  dan Asia Pacific Bullion yang berbasis di Singapura dikejutkan dengan kaburnya pemimin perusahaan itu, Lee Song Teck.  Geneva Singapura juga melakukan hal yang sama, pemimpinnya, Leow Wee Khong, tidak diketahui keberadaanya. Bank Sentral Singapura memasukkan tiga perusahaan itu dalam Daftar Waspada Investasi Perusahaan Tidak Berijin.

Bank Sentral Malaysia melakukan hal yang sama untuk Geneva Malaysia, Pageantry Gold, Caesar Gold, Worldwide Far East dan Bestino.  Sebagai taktik pemasarannya, salah satu perusahaan itu malah mengaku model penjualan emasnya telah disetujui oleh Bank Sentral, sesuai dengan prinsip syariah dan mempunyai Dewan Pengawas Syariah, bahkan menampilkan foto mantan Perdana Menteri Malaysia untuk meyakinkan calon nasabahnya.  Tiga pemimpin Geneva, Marcus Yee Yuen Seng, Ng Poh Weng, Chin Wai Leong disangkakan telah melakukan praktek bank gelap, pencucian uang dan penghindaran pajak oleh Bank Sentral Malaysia.  Tiga orang ini juga menjadi pemimpin Geneva Singapura.

Perusahaan-perusahaan investasi emas bodong ini bersembunyi di celah regulasi yang belum mengatur penjualan produk investasi emas berkedok penjualan emas.  Mekanisme bisnis mereka adalah menjual emas dengan harga 20-25% diatas harga pasar.  Katakan saja harga pasar Rp 500 ribu puriah per gram, dijual Rp 600 ribu per gram.  Nasabah mendapat dua hal untuk kelebihan harga itu.  Pertama, nasabah dapat diskon harga 2,5% per bulan dari harga beli emas.  Kedua, pada akhir periode kontrak nasabah dapat jaminan pembelian kembali emas seharga harga belinya.

Selisih harga emas itulah yang menyebabkan perusahaan sejenis ini tidak dapat dikategorikan sebagai perusahaan penjual emas, tapi masuk dalam kategori perusahaan yang menjual produk investasi.  Selisih harga emas itulah yang berpotensi menjadi money game atau dikenal luas sebagai sistem ponzi.  Itu pula yang dijadikan alasan Bank Sentral Malaysia mengenakan sangkaan “penghimpunan dana masyarakat secara ilegal”.  Dalam prakteknya, bahkan sebagian besar transaksi tidak terjadi penyerahan fisik emas, atau hanya sebagian kecil emas yang diserahkan fisiknya, atau terjadi selisih waktu antara penyerahan uang dengan penyerahan fisik emas.

Model bisnis yang persis sama kemudian ditawarkan di Indonesia. Salah satu perusahaan bahkan menggunakan taktik pemasaran yang persis sama.  Dengan menyalah-gunakan rekomendasi Dewan Syariah Nasional MUI yang seharusnya digunakan untuk mengurus kelengkapan ijin legalitas dari otoritas yang berwenang, namun digunakan untuk kepentingan pemasaran mengelabui calon nasabah.  Juga menampilkan foto Ketua DPR dan Ketua MUI untuk tujuan yang sama.  Setelah itu, giliran Indonesia dikejutkan dengan skandal yang sama, kaburnya pemilik PT GTIS warga negara Malaysia, Michael Han Cun Ong, Edward C.H. Ho, sedangkan Dato Zahari Sulaiman sebagai komisarisnya.

Kesadaran otoritas keuangan akan adanya celah regulasi ini, terlihat dari munculnya berbagai regulasi di beberapa negara tentang investasi emas.  Cina bahkan sejak tahun 1949 melarang penjualan produk investasi emas oleh swasta, baru sejak tahun 2002 diijinkan bertahap dengan aturan yang ketat.  Amerika Serikat juga telah melarang semua produk investasi emas dalam bentuk produk derivatif emas dan perak kepada investor ritel.  Bank Sentral India juga membuat regulasi tentang hal yang sama.  Otoritas Malaysia dan Singapura memasukkannya kedalam yurisdiksi mereka sebagai kegiatan shadow banking.

Itu sebabnya ketika GTIS meminta rekomendasi DSN MUI untuk kelengkapan dokumen mengurus legalitas ijin, DSN MUI memberikan sederet ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi.  Diantara yang terpenting adalah harusnya adanya penyerahan uang dan fisik emas secara tunai pada saat yang bersamaan. Memahami adanya perbedaan harga pembelian emas dengan harga pasar, yang memasukkan perusahaan ini sebagai perusahaan yang menjual produk investasi, DSN MUI mengarahkan perusahaan ini mengurus legalitas ijinnya ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).  OJK tidak menjadi pilihan karena yurisdiksinya tidak mencakup produk investasi berbasis komoditi.

Ada dua alasan DSN MUI mengarahkannya ke Bappebti.  Pertama, UU No.10 tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi telah mengakomodir produk syariah.  Kedua, DSN MUI telah bekerjasama dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) untuk produk syariah berdasarkan Fatwa DSN No. 82 tahun 2011.  Hal ini sangat penting karena model bisnis seperti yang ditawarkan GTIS ini memang belum dikenal dalam yurisdiksi Bappebti, BBJ, dan berbeda dengan yang digariskan dalam Fatwa No. 82.

GTIS bermain di celah regulasi yang ada.  Tidak masuk yurisdiksi Bank Indonesia, OJK, maupun Bappebti.  Yurisdiksi penjualan fisik emas juga tidak karena adanya perbedaan harga beli emas dengan harga pasar, ada diskon bulanan, ada kontrak, ada buy back guarantee.  DSN MUI jelas bukan otoritas yang memiliki yurisdiksi.  DSN MUI diberi wewenang oleh UU Perseroan Terbatas untuk memberikan rekomendasi syariah yang diperlukan dalam mengurus ijin usaha bagi perusahaan yang akan menawarkan produk berbasis syariah.

Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengatur micro-prudential khususnya bidang perbankan, memang tidak memiliki wewenang untuk mengatur perusahaan non-bank seperti GTIS.  Namun bila GTIS melakukan kegiatan shadow banking tentu masuk dalam ranah BI.  Sebagai otoritas macro-prudential yang mencakup otoritas moneter dan sistem pembayaran, jelas berkepentingan dengan cadangan emas dan cadangan devisa, dan tentunya perdagangan emas dan valas.

Aspek-Aspek Pada IT Governance dan Risk Management


Berikut merupakan Aspek-Aspek Pada IT Governance dan Risk Management

1.  Tataran Korporasi

Aspek ini  terdiri atas tiga hal :
Pertama, kecukupan modal minimum. Kedua, batasan portofolio investasi. Ketiga, pemisahan rekening perusahaan dan nasabah. Pengaturan aspek ini dimaksudkan untuk mencegah kejahatan korporasi (corporate crime).

2. Tataran Pengelola Perusahaan

Aspek ini terdiri atas tiga hal juga :
Pertama, kompetensi manajemen berupa pengalaman dan keahlian. Kedua, integritas pengurus berupa rekam jejak yang tidak tercela. Ketiga, tata pengelolaan yang baik dan transparan. Pengaturan aspek ini dimaksudkan untuk mencegah kejahatan pimpinan perusahaan (white collar crime). 

3. Tataran Pelaksana Lapangan Perusahaan

Aspek ini terdiri atas tiga hal :
Pertama, pengenalan selera risiko nasabah (risk appetite). Kedua, pengetahuan tenaga penjual akan produk investasi yang dijualnya. Ketiga, transparansi dalam menjelaskan risiko investasi. Pengaturan aspek ini dimaksudkan untuk mencegah kejahatan tenaga pelaksana (blue collar crime).